FATE chapter 2 : memories


Liburan musim dingin hampir berakhir. Entah sudah berapa kali aku bertemu dengannya di sela-sela waktu luang kami. Miyuri tidak terlihat berbeda dari sebelumnya. Dia tersenyum, tertawa, tetap berceloteh dengan wajah datarnya. Dia Miyuri yang sama bagiku. Kecuali untuk tatapannya yang selalu melihatku dengan penuh rasa penasaran.

Keputusanku untuk tidak pulang ke rumah dan tetap tinggal di asrama pada liburan musim dingin ternyata benar. Meski kutahu adikku pasti merengek. Tapi entah kenapa aku sedang ingin sendirian. Yah, ditemani Tohru sih.

Pada liburan musim dingin, aku bertemu dengannya. Kenangan yang singkat, tapi sangat berharga. Dan dia melupakannya. Tapi takkan kuberi tahu dia. Aku tak ingin memaksanya untuk mengingat. Biar saja, kami akan membuat kenangan yang baru. Meski omonganku sok keren dan sok jago, sebenarnya aku tidak sekuat itu. Payah.

Pada awal-awal liburan musim dingin, aku keluar asrama untuk membeli makanan kecil. Tohru sedang sibuk menelpon keluarganya, jadi aku sendirian saja. Lalu aku memakan bakpau hangat di sebuah taman dekat asrama. Tiba-tiba saja, aku bertemu dengannya.

Seorang gadis manis berambut panjang hitam pekat. Tubuhnya tinggi, kira-kira 160 cm-an. Kulitnya putih halus, matanya tidak sesipit orang Jepang pada umumnya. Wajah cantik yang seperti boneka. Dia memakai mantel putih berbulu lembut yang berhias bros mawar berwarna merah yang sangat cantik, dan cocok dengannya. Awalnya kukira, dia adalah Peri Salju atau semacamnya.

"A…apa?" tanyaku ragu. Karena dia terus menatapku dengan sepasang mata bulatnya. Dia tidak langsung menjawab. Tahu-tahu terdengar suara perut keroncongan. Rupanya dia kelaparan ya. Dan yang dia tatapi sejak tadi bukan aku, melainkan bakpau hangat yang kugenggam.

"Mau?" aku memberikan satu bakpau isi coklat padanya. Matanya berbinar-binar. "Boleh?" dia balik bertanya. Aku sempat geli melihat reaksinya. Benar-benar seperti anak kecil. Lalu aku mengangguk, dan dia menyantap bakpau itu dengan pelan-pelan dan hati-hati.

Setelah kulihat-lihat lagi, tak mungkin anak ini anak biasa. Gadis cantik dengan pakaian bagus dan terlihat mahal. Pasti anak orang kaya. Kenapa bisa ada anak orang kaya kelaparan di musim dingin begini? Dan terlihat begitu senang memakan bakpau cokelat?

"Terima kasih, kau menyelamatkanku," katanya setelah bakpau kami sama-sama habis. Dia tersenyum sopan. Aku membalas senyumannya dengan senyum Putri. "Sama-sama, tapi kenapa kau bisa kelaparan?" tanyaku.

"Aku sedang jalan-jalan dengan Kakakku, tahu-tahu Kakakku ada pekerjaan mendadak, akhirnya aku ditinggalkan disini. Aku tersesat karena jarang main. Lalu aku tanya jalan sama anak kecil, aku malah diperas. Uang 10 ribu Yen ku lenyap. Setelah capek berputar-putar sendirian, aku kelaparan. Tapi uangku sudah habis." Ceritanya panjang lebar. Satu komentarku: "Malang sekali nasibmu."

Dia tertawa malu-malu. "Namaku Miyuri Suzuhara. Kamu?" tanyanya ramah. "Aku Yuujirou Shihoudani," aku menyambut sapaannya dan uluran tangannya.

"Eh? Cowok?" dia mengerjapkan matanya. Aku mengangguk. Dia langsung menutup mulutnya dengan kedua tangannya. Wajahnya memerah. "Ma-maaf! Aku tidak tahu! Habis… anu.. itu… ehm…" dia panik. Reaksi yang lucu sekali.

"Tidak apa-apa kok, aku sudah biasa." ujarku tenang. Dia menunduk saja. Suasana jadi canggung. Lalu tiba-tiba kami tertawa bersamaan.

Itulah pertemuan pertama kami. Di sebuah taman pada musim dingin.

Lamunanku buyar ketika Miyuri menatapku bingung dan khawatir. Aku sibuk mengingat kembali saat-saat kami pertama bertemu. Sampai mengacuhkan gadis yang sedang duduk di seberangku ini.

Kami sedang kencan singkat di sebuah café kecil yang manis dekat sekolah Miyuri. Sepulang sekolah aku langsung menjemputnya. Biar saja dibilang terlalu bersemangat. Lagipula Tohru mendukungku, kok. Aku sering menceritakan tentang Miyuri padanya. Tapi merasa bersalah juga meninggalkan Tohru sendirian di asrama terus.

"Yuujirou nggak apa-apa? Kau nggak enak badan? Daritadi bengong terus," tanya Miyuri beruntun. Raut wajahnya terlihat khawatir. Aku tersenyum. Dia memperhatikanku, batinku senang.

"Aku tidak apa-apa. Maaf ya. Mau pesan apa?" balik aku bertanya. Miyuri tersenyum lega, lalu membuka menu yang tadi diberikan pelayan. Sambil bersenandung, dia membaca menu itu. Aah… mungkin aku memang menyukainya ya. Sangat menyukai gadis yang duduk di seberangku ini.

"Aku mau cheese cake dan apple tea. Kalau Yuujirou?" katanya saat memesan pada pelayan. Lalu dia menoleh ke arahku dengan senyumnya yang khas.

"Aku teh oolong saja deh." Jawabku. "Lho? Nggak makan?" tanya Miyuri. Aku menggeleng. Miyuri mendesah berlebihan, lalu tersenyum. Aku ikut tersenyum begitu melihat senyumnya mengembang. Bagiku, dia seperti bunga yang mekar di musim dingin.

"Kau cantik hari ini. Ah biasanya juga cantik sih," kataku sambil senyum-senyum melihat Miyuri. Spontan wajahnya memerah, lalu dia jadi gugup dan salah tingkah. "Apaan sih, gombal! Perayu kacangan!" gerutunya sambil buang muka. Aku tertawa.

Biasanya kami seperti ini. Berkencan, telpon-telponan, sms-an, tapi tak pernah sekalipun ada yang menyebut kata 'suka' atau 'cinta'. Aku takut mengatakannya. Biar bagaimana juga, dia baru saja mengalami kecelakaan. Dan aku baru mendapat kepercayaannya. Aku tak ingin merusaknya.

Tanpa menyadari, bahwa sebenarnya akulah perusak hidup dia yang paling kusayangi…

Lima hari berturut-turut. Miyuri tidak menjawab telponku, tidak membalas SMS ku, tidak masuk sekolah. Ada apa dengannya? Aku khawatir. Khawatir sekali. Apa dia belum sembuh sepenuhnya? Padahal dia terlihat sehat sebelumnya. Dia juga tidak bilang apa-apa saat kencan terakhir kami di café.

Akhirnya aku memutuskan untuk bertanya pada salah satu temannya yang sering kulihat. Kalau tidak salah, Miyuri sering memanggilnya 'Sa-chan'.

"Temannya Miyuri 'kan?" tanyaku. Aku mencegatnya di tempat sepi. Terlihat seperti orang aneh, ya. Stalker malah, tapi demi Miyuri.

Gadis itu tidak langsung menjawab. Dia tidak terlihat kaget aku menghampirinya. Dia melihat wajahku sebentar, lalu mendesah. "Ya, aku Satoko Mizuhara, teman baik Miyuri. Kau Yuujirou Shihoudani 'kan?" balik ia bertanya. Aku mengangguk.

"Akan kujelaskan semuanya padamu. Tapi jangan disini." Dia menarik tanganku. Aku tidak begitu mengerti, tapi aku menurut saja. "sudah waktunya kau tahu semua ini." Gumamnya. Aku mengerutkan kening. Apa yang sebenarnya terjadi?

Lalu, di café tempat aku berkencan dengan Miyuri lima hari lalu…

"Tabrak lari dengan sengaja?" aku terbelalak tak percaya. Satoko mengangguk. Jadi saat Miyuri kecelakaan, itu adalah kasus tabrak lari direncanakan. Apa maksudnya ini? Ada yang mengincar Miyuri? Tidak akan kumaafkan!

"Tenang sedikit, Shihoudani. Begini, lima hari yang lalu setelah bertemu denganmu, dia dicegat oleh seorang pria tak dikenal. Mi-chan kira dia adalah orang mesum, dan tentu saja dia takut. Saat akan berlari, tangan Mi-chan dicengkeram dengan sangat keras, lalu pria itu membentak dan menampar Mi-chan." Jelas Satoko dengan wajah serius. Aku geram sekali. Siapa pria kurang ajar itu?

"Siapa pria kurang ajar itu?" seruku. Satoko menghela napas. "Kubilang, tenang dulu. Aku belum selesai." Dia menyesap tehnya. Aku menarik napas, lalu berusaha tenang. Dia tersenyum tipis, lalu melanjutkan.

"Pria itu tidak normal." Aku ternganga. Apa-apaan? "Hah?" aku kehilangan kata-kata selain itu. Satoko menggelengkan kepalanya hiperbola.

"Pria itu salah satu penggemarmu. Dia suka padamu, dan tidak suka pada Miyuri yang dianggapnya merebutmu. Makanya dia begitu pada Miyuri." Jelas Satoko. Aku terbelalak. Penggemarku? Penggemar 'Putri' maksudnya? Ada yang sampai berlebihan begini?

"Tidak bisa kupercaya….." aku mencengkeram tanganku sendiri. Satoko terdiam sejenak. "Sekarang Miyuri ada dirumahnya, meringkuk diatas tempat tidur. Orang tuanya tidak mengizinkan dia keluar dari rumah, atau membiarkannya menemui orang tak dikenal yang mencurigakan. Mungkin hanya aku, Ayaka dan Mie yang boleh menemuinya. Oh ya, HP nya juga disita orang tuanya." Ujar Satoko. Aku tidak bisa berpikir jernih. Semua ini gara-gara aku?

"Ma-maaf… aku… pikiranku kacau. Ini semua… yang menimpa Miyuri… salahku?" aku gemetar. Satoko mengangguk. Dia memalingkan wajah, lalu melihat ke arah jalanan. Rasanya jadi benci diri sendiri!

"Lebih baik kau beri waktu untuk Miyuri. Dan… untuk dirimu sendiri." Gumam Satoko, tapi masih terdengar olehku. Aku mengangkat wajahku. Dia tersenyum sedih. "Miyuri terus menanyakanmu. Nampaknya dia tak peduli apa yang sudah menimpanya. Dia khawatir kau kenapa-kenapa." Aku tak menjawab. Miyuri tidak membenciku?

"Tenanglah Shihoudani, dia tidak mungkin membencimu," seakan membaca pikiranku, Satoko berkata begitu. "Tidak mungkin? Maksudmu?" tanyaku. Dia mengangkat alisnya, lalu menatapku dengan heran. "Dia tidak bilang padamu?" tanyanya. Aku menggeleng, lalu Satoko tertawa. "Kalau begitu, tunggulah sampai dia sendiri yang bilang padamu. Aku tak ingin kena marah Miyuri!" ujarnya riang.

"Sudah dulu ya, aku harus pulang sebelum gelap. Ibuku orangnya cepat cemas. Jangan khawatir, Miyuri baik-baik saja. Sebaiknya kau cepat luruskan urusanmu dengan pria itu. Baru setelah itu temui Miyuri. Ok? Bye~" Satoko mengambil tas dan mantelnya, lalu pergi begitu saja tanpa memberiku kesempatan bicara.

Di café itu, aku jadi merenung sendiri. Aku membayangkan kencan terakhirku dengan Miyuri. Dia tersenyum senang menyantap cheese cake-nya, lalu berceloteh denganku dengan riang. Wajahnya datar, tapi nada suaranya riang. Anak aneh, tapi aku sangat menyukainya.

Ya, aku akan meluruskan masalah ini. Aku belum sempat memberi tahu Miyuri tentang perasaanku. Aku tak ingin ini berakhir begitu saja.

Tapi… siapa pria yang melakukan hal-hal kurang ajar itu pada Miyuri? Satoko sama sekali tidak memberitahuku. Ah, aku akan membicarakannya dengan Tohru! Ya, aku akan meminta bantuan sahabatku itu!Heheh... Chapter 2 slesai nih tinggal bikin chapter terakhir okeee... Selamat membaca ^^

0 comments:

Posting Komentar